Peradaban Kuno dan Gua-gua

Watu Pinawetengan

Seperti yang disebutkan di halaman utama Manado, Watu (batu) Pinawetengan (yang memiliki panajang sekitar 4 meter) dipercayai sebagai tempat nenek moyang orang Minahasa duduk dan membicarakan daerah teritorial dan perundang-undangan di pertengahan tahun 650. Beberapa garis pahatan dan gambar simbolik di bongkahan batu besar ini masih terlihat hingga sekarang, (disayangkan batu ini juga tercoreng oleh beberapa grafiti dan tumpahan semen).

Dengan iklim yang sejuk (terletak di ketinggian 900 meter di atas permukaan laut), pengunjung dapat melihat Danau Tondano di sebelah timur Watu Pinawetengan.


Lokasi : Kecamatan Tompaso, sekitar 2 jam dengan mobil dari Kota Manado
Jam operasional : disarankan untuk berkunjung pada siang hari karena tempat ini tidak dilengkapi lampu
Fasilitas : toilet dengan air hangat dari alam
Cara menuju sana : Dengan taksi atau kendaraan pribadi
Dengan angkutan umum: dari Terminal Karombasan di Manado naik bus menuju Tomohon kemudian disambung dengan mikrolet yang mengarah ke Desa Kawangkoan, lalu naik ojek dari Desa Kawangkoan ke Desa Kanonang (berjarak sekitar 2 kilometer dengan ongkos: Rp 4.000). Dari sana masih harus disambung dengan ojek lagi ke Bukit Kasih (ongkos: Rp. 4.000 untuk jarak tempuh yang kurang lebih sama), setelah itu dilanjutkan dengan berjalan kaki dari Bukit Kasih ke Pinawetengan
Keterangan : tersedia papan informasi tentang Batu Pinawetengan di tempat ini. Lokasi ini terletak di belakang (arah timur) Bukit Kasih. Kondisi jalan menuju Watu Pinawetengan saat ini masih belum semulus jalan-jalan di Kota Manado.

Makam Kuno Waruga

Lokasi ini merupakan tempat ‘koleksi’ makam-makam kuno yang disebut Waruga, diambil dari satu bahasa setempat (Tonsea), yang secara harfiah berarti “rumah batu sebagai liang kubur”. Waruga-waruga atau kuburan-kuburan batu ini dikumpulkan dari halaman rumah penduduk pada tahun 1917.

Waruga tertua berusia lebih dari 1200 tahun dan yang ‘terbaru’ berusia sekitar 400 tahun. Pengunjung akan melihat banyak ukiran/pahatan di makam-makam batu yang menggambarkan profesi orang-orang yang “dikubur” di dalamnya, seperti perawat, pimpinan, dukun, dan sebagainya. Sayangnya, tidak ada ukiran-ukiran pada Waruga (makam-makam) yang berusia lebih dari 400 tahun. Pahatan-pahatan pada Waruga juga ada yang menggambarkan pengaruh budaya dari bangsa Eropa, seperti dari Portugis dan Spanyol.

Pada saat ditemukan, Waruga-waruga ini pada umumnya berada pada posisi menghadap ke arah utara. Hal ini diyakini bahwa leluhur Minahasa mempercayai bahwa nenek moyang mereka berasal dari utara, yang konon berasal dari Mongolia.

Satu Waruga besar dapat menampung lebih dari 7 jenazah manusia, yang biasanya diperuntukkan untuk satu keluarga. Semua tubuh juga diposisikan menghadap ke utara dan ditempatkan dalam posisi jongkok.

Menurut sebuah legenda, setiap Waruga tersebut diangkat dan dipindahkan hanya oleh satu lelaki besar. Sejarawan meyakini bahwa di masa lalu terdapat kelompok pria bertubuh besar yang memiliki semacam “ilmu hitam” yang membuat mereka mampu memindahkan batu-batu besar seperti Waruga.

Makam Waruga ini pernah dikunjungi oleh dua ratu Belanda, yaitu Ratu Juliana pada tahun 1971 dan Ratu Beatrix pada tahun 1995.


Lokasi : Desa Sawangan, sekitar 25 km dari Manado atau Bitung, dan 20 km dari Tondano
Jam operasional : Senin-Sabtu, pk. 6:00-18:00, Minggu, sekitar pk. 11:00-18:00
Telepon : 0431 891709
Biaya masuk : gratis, namun pengunjung diharapkan memberi sumbangan sukarela
Fasilitas : toilet
Cara menuju ke sana : Dengan kendaraan pribadi atau taksi (ongkos: taksi tanpa argo Rp. 100.000-Rp.150.000 sekali jalan)
Dengan angkutan umum, naik mikrolet ke terminal Paal 2 lalu dilanjutkan dengan mikrolet atau bus yang mengarah ke Kota Aermadidi atau Kota Bitung (ongkos mikrolet: Rp. 3.600). Katakan pada sopir bus atau kondekturnya bahwa tempat tujuan Anda adalah Waruga. Setelah turun di Aermadidi, cara yang termudah dan tercepat (hanya beberapa menit) adalah dengan ojek (ongkos: sekitar Rp. 5.000 sekali jalan)
Keterangan : tempat yang menarik untuk dikunjungi ini terletak di pertengahan antara Manado dan Bitung atau Tangkoko atau Selat Lembeh. Pintu masuk ke Waruga biasanya dalam keadaan tertutup dan saat Anda tiba di lokasi, biasanya ada seseorang yang membukakanya atau Anda bisa menghubungi Bpk. Anton (disarankan satu hari sebelum kunjungan Anda). Ia akan memandu Anda selama mengunjungi Museum Waruga yang menyimpan berbagai artefak penting.

Gua–gua

Gua Jepang

Beberapa gua Jepang bersejarah di Minahasa dibangun dengan mempekerjakan penduduk lokal selama masa penjajahan Jepang di Indonesia tahun 1940-an.


Lokasi : antara Sonder-Bukit Kasih (Desa Kiawa, Kecamatan Kawangkoan), antara Waruga dan Tondano
Fasilitas : beberapa restoran dan rumah makan lokal
Cara menuju ke sana : Dengan kendaraan pribadi: Anda akan melihat gua ini dalam perjalanan ke Watu Pinawetengan atau Bukit Kasih
Dengan minibus: naik yang ke arah “Kawangkoan”. Katakan pada sopir atau kondekturnya bahwa Anda ingin pergi ke gua Jepang
Keterangan : sebagian dari gua Jepang tersebut terlantar dan minim perawatan. Beberapa diantaranya bahkan ditutup (dikunci). Jika Anda bersikeras untuk pergi ke dalam gua di Desa Kawangkoan (foto di atas), Anda harus berjalan kaki sekitar 100 meter ke arah kiri untuk menemukan penjaga gua. Karena cukup gelap di dalamnya, pengunjung disarankan untuk membawa lampu senter atau alat penerangan lainnya.

Gua Mahawu

Gua alam ini terletak di kaki gunung Mahawu. Setelah melakukan pendakian ke puncak Mahawu (menikmati pemandangan indah matahari terbit di puncak gunung), biasanya pengunjung melanjutkan perjalanan mereka ke gua ini. Direkomendasikan untuk menggunakan jasa pemandu wisata yang bisa diperoleh dari agen pariwisata lokal setempat.


...Kota Manado :Hlmn sebelumnya | Hlmn berikut: Monumen & Tugu...